Wamenag: Khilafatul Muslimin Tidak Terdaftar di Kementerian Agama

Jakarta - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi menyebut Khilafatul Muslimin tidak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam. Zainut juga menyebut Khilafatul Muslimin tidak terdaftar sebagai lembaga pendidikan ataupun dakwah.

"Sebagai organisasi kemasyarakatan Khilafatul Muslimin tidak terdaftar di Kementerian Agama, (Kemenag), begitu juga sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan juga tidak terdaftar di Kemenag," kata Zainut dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/6/2022).

"Khilafatul Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang gigih mempropagandakan dan mengampanyekan sistem khilafah di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ingin mengganti konsep negara Pancasila dan NKRI yang sudah menjadi kesepakatan bangsa. Sehingga gerakan tersebut harus segera ditindak karena dapat mengancam keselamatan negara," imbuhnya.

Zainut mengapresiasi kepolisian yang telah melakukan penangkapan terhadap pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja. Zainut yakin polisi memiliki bukti yang kuat untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Baraja.

"Untuk hal tersebut saya berharap polisi segera mengembangkan proses penyelidikan dan penyidikan secara instensif untuk mengungkap motif dan pola gerakannya serta menelusuri jaringan organisasi maupun sumber dananya. Agar dapat segera ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlalu," ujarnya.

Dia mengatakan keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Tahun 2006 di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo menyebutkan pendirian negara NKRI adalah upaya final bangsa Indonesia. Dia menyebut segala bentuk penghianatan terhadap kesepakatan bangsa dan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI yang sah, dalam pandangan Islam termasuk bughat. Sedangkan bughat adalah haram hukumnya dan wajib diperangi oleh negara.

Zainut menyebut masalah khilafah sering dipahami oleh sebagian orang secara salah. Sebab, katanya, khilafah dianggap hanya satu-satunya konsep pemerintahan yang sesuai dengan ajaran Islam dan wajib hukumnya untuk diperjuangkan dan ditegakkan.

Sementara, konsep pemerintahan selain khilafah dianggap salah dan sesat, bahkan ada yang menganggap sebagai thaghut (berhala) yang harus diperangi.

"Pemahaman seperti itu adalah pemahaman berdasarkan pada teks al-Hadits dan al-Qur'an secara harfiyah dan tekstual. Tidak memahami teks al-Hadits dan al-Qur'an secara substantif dan kontekstual, sehingga menjurus pada pemahaman yang sempit, menyesatkan dan bisa membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara," katanya.

Zainut mengatakan hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2021 lalu menyatakan khilafah bukan satu-satunya model/sistem pemerintahan yang diakui dan dipraktikkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model/sistem pemerintahan seperti: monarki, keemiran, kesultanan, dan republik. Indonesia sendiri memilih sistem pemerintahan republik berdasarkan Pancasila dan itu sah menurut syariat Islam.

Zainut mengatakan konsep khilafah yang diusung oleh kelompok seperti ISIS, HTI dan kelompok Khilafatul Muslimin bertentangan dengan konsep NKRI. Bahkan konsep tersebut akan menimbulkan benturan antarkelompok di Indonesia dan mengancam kelangsungan NKRI sebagai hasil konsensus nasional para pendiri bangsa Indonesia.

"Para pendukung konsep Khilafah tersebut cenderung bersifat puritan, merasa benar sendiri dan menyalahkan orang lain, sehingga berpotensi mengganggu dan bahkan merusak kerukunan antarasesama warga bangsa," kata Zainut.

Zainut mengimbau masyarakat tidak terpengaruh terhadap kampanye khilafah oleh kelompok manapun. Zainut meminta agar semua pihak menyerukan Pancasila sebagai dasar negara yang pas untuk NKRI yang memiliki beragam suku, agama dan ras.

"Saya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh propaganda dan kampanye khilafah oleh kelompok apa pun. Percayalah bahwa konsep negara Pancasila adalah bentuk final dari hasil ijtihad para ulama yang paling pas dan sesuai dengan bangsa Indonesia yang plural, bhinneka dan beragam baik suku, ras, budaya, bahasa dan agama," katanya.(dtc)

TERKAIT