Ancam Demo Besar, Mahasiswa Ultimatum Jokowi Buka Draf RKUHP

Jakarta -- Elemen mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP memberi peringatan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk segera membuka draf terbaru Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebelum disahkan dalam rapat paripurna DPR.

Bila tak dilaksanakan, mahasiswa mengancam akan melakukan demo lebih besar dibanding 2019 silam.

Sebagai informasi, di ujung masa bakti DPR periode 2014-2019 silam, gelombang demonstrasi terjadi di berbagai daerah bertajuk #ReformasiDikorupsi yang salah satunya menolak pengesahan RKUHP karena banyak materi pasal bermasalah.

"Apabila Presiden dan DPR RI tidak kunjung membuka draf terbaru RKUHP dan menyatakan akan membahas pasal-pasal bermasalah di luar isu krusial dalam kurun waktu 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam sejak pernyataan sikap ini dibacakan, kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019," demikian bunyi keterangan resmi Aliansi Nasional Reformasi KUHP, dikutip Selasa (21/6).

Aliansi juga mendesak Jokowi dan DPR RI untuk membahas sejumlah pasal bermasalah dalam RKUHP. Mereka tak ingin hanya 14 pasal saja yang digodok pemerintah dan DPR.

"Menuntut Presiden dan DPR RI untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP, terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara meski tidak termasuk ke dalam isu krusial," tulis Aliansi.

Dalam catatannya, Aliansi mengatakan terdapat 24 pasal bermasalah selain 14 isu krusial yang dibahas pemerintah bersama DPR. Beberapa di antaranya yaitu Pasal 273 dan Pasal 354.

Pasal 273 menyebutkan bahwa orang yang tanpa pemberitahuan kepolisian mengikuti demonstrasi dapat dipenjara satu tahun. Menurut Aliansi, pasal ini bertentangan dengan UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Dalam UU 9/1998, masyarakat hanya diwajibkan memberi pemberitahuan atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum dan menjatuhkan sanksi administratif berupa pembubaran apabila ketentuan tak dipenuhi.

"Tak hanya itu, Pasal 273 RKUHP pun memuat unsur karet tanpa batasan konkret, yakni 'kepentingan umum', yang rentan disalahgunakan untuk mengekang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum," beber Aliansi.

Sementara itu, Aliansi juga memandang Pasal 354 RKUHP dapat menimbulkan masalah bila tetap disahkan. Selain mengancam kebebasan berpendapat, pasal tersebut juga tak mengatur ketentuan soal delik aduan.

Pasal 354 sendiri mengatur tentang ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi setiap orang yang melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara melalui sarana teknologi informasi.

"Dengan demikian, siapa pun dapat melaporkan seseorang atas penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara yang beredar di ranah elektronik, di mana hal ini dapat mencederai iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia," tulis Aliansi.

Pada hari ini, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) selaku anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP berunjuk rasa di Patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Tuntutan mereka mendesak pemerintah dan DPR membuka draf terbaru RKUHP. Mereka melakukan unjuk rasa sebagai kado ulang tahun ke-61 Presiden Joko Widodo.

Aksi itu akan dilakukan secara simbolik dengan diikuti sejumlah elemen masyarakat. Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI Melki menyampaikan telah memberitahukan aksi kepada Polda Metro Jaya.

Sebagai informasi, DPR menargetkan akan mengesahkan RKUHP pada awal Juli mendatang. Namun, hingga kini draf terbaru RKUHP tak bisa diakses publik.

Kemenkumham mengklaim pihaknya masih menggodok RKUHP hasil perbaikan bersama DPR. Sebanyak 14 perbaikan disebut telah disepakati berdasarkan hasil sosialiasi kepada masyarakat.(cnn)

TERKAIT