Buruh Ancam Mogok Nasional Bila Tuntutan Demo Tak Dipenuhi

Jakarta -- Partai Buruh beserta sejumlah organisasi buruh lainnya mengancam akan menggelar mogok massal apabila lima tuntutan aksi yang disampaikan di Gedung DPR RI pada Rabu (15/6) hari ini, tidak dijalankan oleh pemerintah Joko Widodo.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan langkah mogok massal tersebut merupakan aksi lanjutan dari rangkaian demonstrasi yang telah dilakukan sebelumnya sejak May Day kemarin.

"Kami akan mengorganisir pemogokan nasional, hari ini tuntutannya ada lima. Ini adalah aksi lanjutan, dan akan terus menerus seluruh Indonesia akan kami gerakkan di 34 provinsi di 480 kabupaten/kota," ujarnya kepada wartawan.

Said mengklaim, aksi mogok nasional tersebut akan diikuti oleh sekitar 5 juta buruh yang berasal dari 15 ribu perusahaan yang tersebar di seluruh 34 provinsi Indonesia.

"Mudah-mudahan, kami yakin Pak Presiden Jokowi mau mendengar suara ini dan mendorong menteri-menteri terkait bersama pimpinan DPR untuk menghentikan pembahasan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang kami tolak," kata Said Iqbal.

Diketahui, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan pihaknya bakal membawa lima isu utama sebagai tuntutan dalam unjuk rasa hari ini.

Yakni revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), menolak Omnibus Law UU Cipta kerja, pengesahan RUU PPRT, menolak liberalisasi pertanian melalui WTO dan menolak masa kampanye 75 hari.
Desak KPU Cabut Aturan Kampanye 75 Hari

Said meminta KPU untuk segera mencabut penetapan masa kampanye selama 75 hari tersebut lantaran dinilai bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Said menilai, KPU selaku pihak penyelenggara pemilu juga telah menyeleweng dari asas Jujur dan Adil (Jurdil). Menurutnya, ada kongkalikong yang telah dilakukan antara KPU, Pemerintah, dan DPR.

"KPU berbahaya sekali melanggar Undang-undang. Bahwa disampaikan dalam UU Pemilu, masa kampanye 7 sampai 9 bulan sejak ditetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT)," ujarnya dalam aksi di depan Gedung DPR, Rabu (15/6).
Sindir DPR Akal-akalan soal UU PPP

Said juga menyindir Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) yang telah disahkan hanya akal-akalan DPR untuk meloloskan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Said mengatakan UU PPP merupakan 'ibu' undang-undang. Namun, menurutnya aturan tersebut tidak dibentuk untuk kebutuhan hukum.

"UU PPP ini ibunya dari UU tapi revisi dibahas hanya untuk akal-akalan hukum bukan kebutuhan hukum," kata Said.

Said mengatakan sebagaimana UU Cipta Kerja, Badan Legislatif (Baleg) DPR juga membahas UU PPP secara diam-diam dan waktu yang singkat, yakni 10 hari. UU ini, kata Said, juga dibahas oleh orang yang membentuk UU Cipta Kerja tanpa melibatkan akademisi, stakeholder terkait, dan pihak yang terdampak.

"Dibahas 10 hari oleh Baleg dan dibahas oleh orang yang sama dengan yang bahas UU Cipta kerja Omnibus Law. Bisa dipastikan ini akal-akalan anggota DPR untuk meloloskan Omnibus Law dan UU Cipta Kerja," sindirnya.

Atas dasar itu, Partai Buruh mendesak pemerintah dan DPR mencabut Revisi UU PPP yang telah disahkan 24 Mei lalu. Setelah dicabut, Said meminta agar pemerintah dan DPR mengacu pada UU PPP yang belum direvisi.(cnn)

TERKAIT